TANDA-TANDA KECIL KIAMAT
Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
20. BERLOMBA-LOMBA MENINGGIKAN BANGUNAN
Ini adalah salah satu tanda Kiamat yang muncul dekat dengan masa
kenabian. Setelah itu menyebar sehingga manusia berbangga-bangga membuat
bangunan tinggi dan menghiasi rumah. Hal itu disebabkan karena dunia
dibentangkan kepada kaum muslimin dan melimpahnya harta digenggaman
mereka setelah banyaknya penaklukan. Demikianlah keadaannya dalam waktu
yang lama hingga banyak dari mereka yang tunduk pada dunia, dan penyakit
umat sebelum mereka menjalari mereka, yaitu berlomba-lomba mengumpulkan
harta dan menggunakannya pada tempat yang tidak layak menurut pandangan
agama, hingga orang-orang badui dan yang semisalnya dari kalangan
orang-orang fakir dilapangkan untuk memperoleh dunia seperti yang
lainnya. Mereka mulai mendirikan bangunan bertingkat dan berlomba-lomba
di dalamnya.
Semua hal ini telah terjadi, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dijelaskan dalam ash-Shahiihain dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada Jibril Alaihissallam ketika ia bertanya tentang
waktu terjadinya Kiamat:
وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكَ عَنْ أَشْـرَاطِهَا… (فَذَكَرَ مِنْهَا:)
وَإِذَا تَطَاوَلَ رِعَاءُ الْبَهْمِ فِي الْبُنْيَانِ فَذَاكَ مِنْ
أَشْرَاطِهَا.
“Akan tetapi aku akan menyebutkan kepadamu tanda-tandanya… (lalu
beliau menyebutkan, di antaranya:) jika para pengembala kambing
berlomba-lomba meninggikan bangunan, maka itulah di antara
tanda-tandanya.” [1]
Sementara dalam riwayat Muslim diungkapkan:
وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ.
“Dan engkau menyaksikan orang yang tidak memakai sandal, telanjang
lagi miskin yang mengembala domba, berlomba-lomba membuat bangunan yang
tinggi.” [2]
Dan dijelaskan dalam riwayat Imam Ahmad dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, beliau berkata:
يَا رَسُـولَ اللهِ، وَمَنْ أَصْحَابُ الشَّاءِ وَالْحُفَاةُ الْجِيَـاعُ الْعَالَةُ قَالَ: اَلْعَرَبُ.
“Wahai Rasulullah, dan siapakah para pengembala, orang yang tidak
memakai sandal, dalam keadaan lapar dan yang miskin itu?” Beliau
menjawab, “Orang Arab.” [3]
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ… حَتَّى يَتَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبُنْيَانِ.
“Tidak akan datang hari Kiamat… hingga manusia berlomba-lomba meninggikan bangunan.” [4]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Makna berlomba-lomba
meninggikan bangunan adalah setiap orang yang membangun rumah ingin jika
rumahnya itu lebih tinggi daripada yang lainnya. Mungkin pula maknanya
adalah berbangga-bangga dengan memperhias dan memperindahnya, atau makna
yang lebih umum dari itu. Hal itu telah banyak ditemukan bahkan
bertambah banyak.”[5]
Hal ini telah nampak dengan jelas di masa sekarang ini. Orang-orang
banyak berlomba mendirikan bangunan, merasa bangga dengan ketinggian,
luas, dan keindahannya, bahkan masalah ini sampai pada pembangunan
gedung pencakar langit yang terkenal di Amerika dan negeri-negeri
lainnya.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin
Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi
Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Iimaan, bab Su-aalul Jibriil
an-Nabiyya J ‘anil Iimaan wal Islaam, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal
Ihsaan (I/161-164).
[2]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal Ihsaan (I/158, Syarh an-Nawawi).
[3]. Musnad Ahmad (IV/332-334, no. 2926), Syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
Al-Haitsami berkata, “Ahmad dan al-Bazzar meriwayatkan dengan yang
semisalnya… dan di dalam sanad Ahmad ada Syahr bin Hausyab.” (Majma’uz
Zawaa-id I/38-39).
Al-Albani berkata, “Sanad ini tidak mengapa.” Lihat kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah.” (III/ 332, no. 1345).
[4]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan bab (tanpa bab) (XIII/81-82, al-Fat-h).
[5]. Fat-hul Baari (XIII/88).
21. BUDAK WANITA MELAHIRKAN TUANNYA (RABBATAHA) [1]
Dijelaskan dalam hadits Jibril Alaihissallam yang panjang, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
سَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا: إِذَا وَلَدَتِ الْمَرْأَةُ رَبَّتَهَا.
“Aku akan memberitahukan kepadamu tanda-tandanya; jika seorang (sahaya) wanita melahirkan tuannya.” [2] [Muttafaq ‘alaih]
Sementara dalam riwayat Muslim:
إِذَا وَلَدَتِ اْلأَمَةُ رَبَّهَا.
“Jika seorang sahaya wanita melahirkan tuannya.”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna tanda Kiamat ini dengan
berbagai pendapat. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menuturkan empat
pendapat di antaranya:
Pertama : Al-Khaththabi berkata, “Maknanya adalah meluasnya kekuasaan
Islam dan para pemeluknya dapat menguasai negeri-negeri syirik, dan
banyaknya tawanan. Jika seorang laki-laki telah memiliki seorang budak
wanita dan mendapatkan seorang anak darinya, maka anak itu bagaikan tuan
bagi ibunya sendiri, karena ia adalah anak tuannya.”[3]
An-Nawawi rahimahullah mengungkapkan bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama. [4]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Akan tetapi jika dikatakan bahwa
itulah maknanya, maka perlu dipertimbangkan kembali [5], karena
pengambilan para budak wanita telah ada sejak hadits tersebut
diungkapkan. Bahkan, penaklukan negeri-negeri syirik dan penawanan telah
banyak terjadi di awal Islam. Redaksi hadits memberikan isyarat akan
terjadinya sesuatu menjelang Kiamat yang sebelumnya belum pernah
terjadi.” [6]
Kedua: Para tuan menjual ibu anak-anak mereka. Hal itu banyak
terjadi, sehingga kepemilikan wanita tersebut berputar yang pada
akhirnya dibeli oleh anak-anaknya sendiri, sementara dia tidak
menyadarinya.
Ketiga: Seorang budak wanita melahirkan anak merdeka bukan dari
tuannya dengan jima’ syubhat, atau melahirkan seorang budak belian
dengan nikah, atau hasil zina. Kemudian budak belian dalam dua gambaran
tersebut dijual dengan akad yang sah, ia berpindah dari satu tangan ke
tangan lainnya hingga dibeli oleh putera dan puterinya sendiri. Pendapat
ini hampir sama dengan pendapat sebelumnya.
Keempat: Banyaknya perbuatan durhaka dari anak-anak. Sehingga,
seorang anak memperlakukan ibunya seperti seorang tuan memperlakukan
budak beliannya, dengan mencela, memukul dan memperkerjakannya. Maka dia
disebut sebagai tuannya dengan makna yang tidak sebenarnya, atau yang
dimaksud dengan kata rabb di sini adalah orang yang mengatur secara
hakiki.
Kemudian Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ini adalah pendapat yang
lebih kuat menurutku, karena maknanya yang umum dan karena keadaan
menunjukkan sesuatu yang dianggap langka -di sisi lain menunjukkan
rusaknya keadaan- dan mengandung isyarat sesungguhnya hari Kiamat sudah
dekat ketika segala urusan terjadi dengan terbalik, di mana seorang
pengatur menjadi yang diatur, orang yang di bawah menjadi di atas, dan
hal ini sesuai dengan sabda beliau tentang tanda yang lainnya bahwa
seseorang yang berjalan tanpa alas kaki menjadi raja-raja di bumi.” [7]
Kelima: Pendapat kelima ini adalah pendapat al-Hafizh Ibnu Katsir
rahimahullah, beliau berkata, “Sesungguhnya budak-budak wanita akan
didapatkan di akhir zaman. Merekalah yang diisyaratkan dengan ungkapan
hisymah (kerabat), di mana saat itu, budak wanita lebih diminati oleh
majikannya daripada isteri-isterinya yang bukan budak. Karena itulah
ungkapan tersebut disertakan dengan ungkapan:
وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ.
“Dan engkau menyaksikan orang yang tidak memakai sandal, telanjang,
juga miskin berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.” [8]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin
Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi
Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Di dalam satu riwayat (dengan kata) rabbuha. Ibnul Atsir berkata,
“Ar-Rabb dalam bahasa Arab secara mutlak maknanya adalah raja, tuan,
pengatur, pembimbing, penegak, dan pemberi nikmat, tidak diungkapkan
secara mutlak kecuali untuk makna yang dihubungkan kepada Allah. Adapun
jika dimaksudkan kepada selain Allah, maka harus dihubungkan
(kepadanya), seperti رَبُّ كَذَا (pemilik ini), an-Nihaayah (II/179).
[2]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Iimaan, bab Su-aalu Jibriil (I/114,
al-Fat-h), Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal
Islaam wal Ihsaan (I/158, Syarh an-Nawawi).
[3]. Ma’aalimus Sunan ‘ala Mukhtashar Sunan Abi Dawud (VII/67), nash ini terdapat dalam Fat-hul Baari (I/122).
[4]. Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (I/158).
[5]. Al-Hafizh Ibnu Katsir pun menganggap bahwa pendapat ini tidak tepat.
Lihat kitab an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/177-178).
[6]. Fat-hul Baari (I/122).
[7]. Fat-hul Baari (I/122-123) dengan diringkas.
[8]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/177) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
22. BANYAKNYA PEMBUNUHAN
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكْثُرَ الْهَرْجُ، قَالُوا: وَمَا الْهَرْجُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الْقَتْلُ، الْقَتْلُ.
“Tidak akan datang hari Kiamat hingga banyak al-harj,” mereka
bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah al-harj itu?” Beliau menjawab,
“Pembunuhan, pembunuhan.” [HR. Muslim][1]
Sementara dalam riwayat al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallah anhu:
بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ أَيَّامُ الْهَرْجِ، يَزُولُ فِيهَا
الْعِلْمُ، وَيَظْهَرُ فِيهَا الْجَهْلُ، قَالَ أَبُو مُوسَى: وَالْهَرْجُ:
الْقَتْلُ، بِلِسَانِ الْحَبَشَةِ.
“Menjelang datangnya hari Kiamat akan ada hari-hari al-harj, saat itu
ilmu hilang dan muncul kebodohan.” Abu Musa berkata, “Al-harj adalah
pembunuhan menurut bahasa Habasyah.” [2]
Diriwayatkan dari Abu Musa Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ الْهَرْجَ. قَالُوا: وَمَا الْهَرْجُ؟
قَالَ الْقَتْلُ. قَالُوا أَكْثَرُ مِمَّا نَقْتُلُ، إِنَّا لَنَقْتُلُ
الْعَامِ الْوَاحِدِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ أَلْفًا. قَالَ: إِنَّهُ
لَيْسَ بِقَتْلِكُمُ الْمُشْـرِكِينَ، وَلَكِنْ قَتْلُ بَعْضِكُمْ بَعْضًا.
قَالُوا: وَمَعَنَا عُقُولُنَا يَوْمَئِذٍ. قَالَ: إِنَّهُ لَتُنْزَعُ
عُقُولُ أَهْلِ ذَلِكَ الزَّمَانِ، وَيُخَلَّفُ لَهُ هَبَاءٌ مِنَ
النَّاسِ، يَحْسِبُ أَكْثَرُهُمْ أَنَّهُمْ عَلَى شَيْءٍ وَلَيْسُوا عَلَى
شَيْءٍ.
“Sesungguhnya menjelang terjadinya Kiamat akan ada al-harj.” Para
Sahabat bertanya, “Apakah al-harj itu?” Beliau menjawab, “Pembunuhan.”
Mereka berkata, “Lebih banyak daripada pembunuhan yang kita lakukan,
sesungguhnya kita membunuh lebih dari tujuh ribu dalam satu tahun.”
Beliau berkata, “Hal itu bukanlah pembunuhan yang kalian lakukan
terhadap kaum musyrikin, akan tetapi pembunuhan sebagian dari kalian
dengan yang lainnya.” Mereka berkata, “Bukankah kami memiliki akal saat
itu,” beliau menjawab, “Sesungguhnya akan dicabut akal-akal penduduk
zaman itu dan digantikan dengan manusia-manusia yang tidak berarti.
Kebanyakan dari mereka mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran,
padahal mereka tidak berada di atas kebenaran.” [3]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّـى يَأْتِيَ
عَلَى النَّاسِ يَوْمٌ لاَ يَدْرِي الْقَاتِلُ فِيمَ قَتَلَ؟ وَلاَ
الْمَقْتُولُ فِيمَ قُتِلَ فَقِيلَ: كَيْفَ يَكُونُ ذَلِكَ؟ قَالَ:
الْهَرْجُ، الْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ.
‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah dunia lenyap
hingga datang kepada manusia suatu hari di mana seorang pembunuh tidak
tahu kenapa dia membunuh, demikian pula orang yang dibunuh tidak tahu
kenapa dia dibunuh,’ beliau ditanya, ‘Bagaimana hal itu (bisa terjadi)?’
Beliau menjawab, ‘Banyaknya pembunuhan, orang yang membunuh dan
terbunuh berada di dalam Neraka.’” [4]
Apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits ini sebagiannya telah terbukti. Telah terjadi peperangan antara
kaum muslimin pada zaman Sahabat Radhiyallahu anhum setelah terbunuhnya
‘Utsman Radhiyallahu anhu. Kemudian peperangan menjadi sering terjadi di
berbagai tempat sementara tidak terjadi di tempat lainnya, juga pada
sebagian zaman sementara tidak terjadi pada yang lainnya, dan tanpa
diketahui sebab-sebab terjadinya dari sebagian besar peperangan itu.
Bahkan apa yang terjadi pada kurun-kurun terakhir berupa peperangan
yang sangat dahsyat di antara umat manusia, yang memakan korban ribuan
jiwa, tersebarnya fitnah di tengah-tengah manusia dengan sebab banyaknya
pembunuhan. Hingga seseorang membunuh yang lainnya sementara dia tidak
tahu faktor apa yang mendorongnya untuk membunuh.
Demikian pula, tersebarnya senjata-senjata penghancur masal memiliki
peran penting terjadinya banyak pembunuhan. Sehingga manusia menjadi
barang yang tidak berharga, dia disembelih sebagaimana kambing
disembelih. Semua itu disebabkan oleh kelemahan dan hilangnya akal. Maka
ketika fitnah itu terjadi, seseorang membunuh sementara yang dibunuh
tidak tahu kenapa dia dibunuh dan atas dasar apa ia dibunuh? Bahkan kita
menyaksikan sebagian manusia membunuh orang lain hanya karena
sebab-sebab yang sepele. Hal itu terjadi ketika kegalauan menimpa
manusia, demikianlah sesuai dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
إِنَّهُ لَتُنْزَعُ عُقُولُ أَهْلِ ذَلِكَ الزَّمَانِ.
“Sesungguhnya akan dicabut akal-akal penduduk zaman itu”.
Hanya kepada Allah kita memohon keselamatan dan berlindung kepada-Nya dari segala fitnah yang nampak dan tersembunyi.
Telah dijelaskan (dalam sebuah riwayat) bahwa umat ini adalah umat
yang dirahmati, ia tidak akan mendapatkan siksa di akhirat kelak.
Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan siksanya di dunia berupa
fitnah-fitnah, gempa, dan pembunuhan. Dijelaskan dalam hadits, dari
Shadaqah bin al-Mutsanna, Rabah bin al-Harits meriwayatkan kepada kami,
dari Abu Burdah, beliau berkata:
بَيْنَا أَنَا وَاقِفٌ فِي السُّوْقِ فِي إِمَارَةِ زِيَادٍ إِذْ
ضَرَبْتُ بِإِحْدَى يَدَيَّ عَلَى الأُخْرَى تَعَجُّبًا، فَقَالَ رَجُلٌ
مِنَ اْلأَنْصَارِ قَدْ كَانَتْ لِوَالِدِهِ صُحْبَةٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِمَّا تَعْجَبُ يَا أَبَا بُرْدَةَ؟
قُلْتُ: أَعْجَبُ مِنْ قَوْمٍ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ، وَدَعْوَتُهُمْ
وَاحِدَةٌ، وَحَجُّهُمْ وَاحِدٌ، وَغَزْوُهُمْ وَاحِدٌ، يَسْتَحِلُّ
بَعْضُهُمْ قَتْلَ بَعْضٍ. قَالَ: فَلاَ تَعْجَبْ ! فَإِنِّي سَمِعْتُ
وَالِدِيْ أَخْبَرَنِيْ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ مَرْحُوْمَةٌ،
لَيْسَ عَلَيْهَا فيِ اْلآخِرَةِ حِسَابٌ وَلاَ عَذَابٌ، إِنَّمَا
عَذَابُهَا فيِ الْقَتْلِ وَالزَّلاَزِلِ وَالْفِتَنِ.
“Ketika aku sedang berdiri di sebuah pasar pada masa pemerintahan
Ziyad, tiba-tiba aku memukul salah satu tanganku ke tangan yang lainnya
karena merasa aneh. Lalu seorang laki-laki dari kalangan Anshar di mana
bapaknya adalah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, berkata, ‘Apakah yang menjadikanmu merasa aneh wahai Abu
Burdah?’ ‘Aku merasa aneh terhadap satu kaum di mana agama mereka adalah
satu, dakwah mereka satu, haji mereka satu, dan peperangan mereka satu,
akan tetapi sebagian mereka menganggap halal pembunuhan sebagian
lainnya,’ jawabku. Dia berkata, ‘Jangan kau merasa aneh! Karena
sesungguhnya aku mendengar bapakku mengabarkan kepadaku bahwasanya dia
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sesungguhnya umatku adalah umat yang disayangi, tidak ada hisab juga
siksa baginya di akhirat, siksa hanyalah berupa pembunuhan, gempa bumi
dan berbagai macam fitnah.’” [5]
Sementara dalam riwayat dari Abu Musa Radhiyallahu anhu:
إِنَّ أُمَّتِي أُمَّةٌ مَرْحُومَةٌ، لَيْسَ عَلَيْهَا فِي اْلآخِرَةِ
عَذَابٌ إِنَّمَا عَذَابُهُمْ فِي الدُّنْيَا: الْقَتْلُ وَالْبَلاَبِلُ
وَالزَّلاَزِلُ.
“Sesungguhnya umatku adalah umat yang dirahmati, tidak ada siksa
baginya di akhirat, siksa mereka hanya di dunia berupa pembunuhan,
kegalauan dan gempa bumi.” [6]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin
Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi
Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/13, Syarh an-Nawawi).
[2]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab Zhuhuurul Fitan (XIII/14, al-Fat-h).
[3]. Musnad Imam Ahmad (IV/414, dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul
‘Ummal), Sunan Ibni Majah, kitab al-Fitan, bab at-Tatsabbut fil Fitnah
(II/1309, no. 3909), dan Syarhus Sunnah, bab Asyraatus Saa’ah (XV/28-29,
no. 4234).
Hadits ini shahih, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (II/193, no. 2043).
[4]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/35, Syarh an-Nawawi).
[5]. Mustadrak al-Hakim (IV/253-254), beliau berkata, “Sanadnya shahih,
akan tetapi keduanya tidak meriwayatkannya,” dan disepakati oleh
adz-Dzahabi.
Hadits ini shahih, lihat kitab Silsilah al-Ahaadiits as-Shahiihah (II/684-686).
[6]. Musnad Ahmad (IV/410, dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul ‘Ummal).
Hadits ini shahih, lihat Shahiih al-Jaami’sh Shaghiir (II/104, no. 1734), dan Silsilah al-Ahaadiits as-Shahiihah (II/6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar